Salam (bukan) manusia super,
Teman-teman, ini bukan soal jembatan milik militan di Indochina yang berhasil meng-KO tentara AS dengan telak, bukan pula jembatan yang berkesan seram tempat membantai lawan. Yang kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, UAJY atau dulu ada AKS Tarakanita atau yang tinggal sekitarnya mungkin paham jembatan ini. Mungkin dengan sebutan lain. Jembatan ini menghubungkan daerah Pringwulung dengan sebuah kampung di belakang apartemen yang dikenal dengan apartemen Merah.
Ada apakah dengan jembatan kecil ini yang memiliki turunan dan tanjakan yang menantang untuk bisa disebut lihai naik motor ? Setelah berkali-kali melalui sejak tinggal di Jogja tahun 1998, baru kali ini menemukan sebuah nilai dari fungsinya. Ya. Jembatan ini hanya bisa dilewati oleh kendaraan paling besar adalah sepeda motor itu pun yang rodanya masih normal alias beroda dua tanpa tambahan gronjong dalam bentuk apa pun.Saat ada motor/sepeda (tentunya ada pengendaranya soalnya kalau tidak malah menyeramkan), dari arah satu maka yang dari arah berlawanan wajib menunggu di ujung datangnya. Jika tidak maka bisa dibayangkan selain terjadi 'mandheg'nya arus, bisa saja terjadi perselisihan.
Sadarkah kita, kadang ego kita berjalan menerabas segala aspek, bahkan menyingkirkan etika, tepo seliro, toleransi dan menyuburkan nafsu 'mengejar target', walau mungkin bukan jatah/giliran kita. Merasa kuat (atau kuat-kuatan karena punya pengasuh yang kuat), merasa memiliki materi yang melimpah, memiliki kuasa yang berlebihan menggunakannya. Win-win solution hanya diajarkan dalam seminar/workshop. Jangankan pesertanya, pembicara atau pemaparnya pun belum tentu bisa. Masih ingatkah dengan Penataran P4 ? Bagaimana luhurnya ajaran Pancasila, namun pemaparnya adalah sekumpulan orang yang hanya bisa tunduk pada sistem yang busuk masa Orde Baru.
Mari kita belajar dari Jembatan Vietkong tadi. Melintas bergiliran, tepo seliro dijunjung tinggi. Jika tiba waktunya, kita akan melintasinya. Lihatlah di sudut-sudut kota kita, lagi populer antrean BLSM. Banyak kasus saling berdesakkan tidak sabar mendapatkan lembaran uang yang tidak lebih dari 3 lembar berwarna merah. Parahnya, mereka berdesakan untuk hal yang belum tentu menjadi haknya. Hanya bermodal selembar kartu yang 'salah' data atau terjadi manipulasi data, mereka datang dengan aksesoris yang tidak mencerminkan layak menerima. Atau ribut-ribut soal pilpres, rela menebar fitnah atau menyebarkan fitnah yang dianggap kebenaran demi menaikkan harga jual 'idola'nya dan menjatuhkan nama baik lawan. Atau kita sendiri yang rela menyikut teman yang seharusnya mendapatkan jabatan yang layak disandangnya ? Dengan berbagai macam jalan. Atau, merusak hubungan orang lain ? Dan mereka bangga. Bangga merebut hak saudaranya...Satu pintu hati telah tertutup, menutup satu pintu kemudahan untuk masuk dalam kebahagiaan sejati.
Lewatilah jembatan Vietkong itu...
No comments:
Post a Comment